ETIKA KEDOKTERAN DAN PROFESIONALISME

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

BLOK : BELAJAR EFEKTIF

SKENARIO : ETIKA KEDOKTERAN DAN PROFESIONALISME

Dr. Bihbah mencoba untuk mengamalkan pengetahuannya untuk menjadi seorang Family Doctor dan juga berperan sebagai Five Star Doctor dalam mengelola klinik di Puskesmanya dan di prakteknya. Pasien sangat menyukainya karena ia menghormati mereka dan dapat meraasskan kesulitan-kesuliatan mereka. Saat ini ia dihadapi suatu masalah yang pelik. Seorang ibu membawa kemenakannya, perempuan berusia 16 tahun yang hamil 4 bulan, dan belum bersuami. Ia berharap dr.Bihbah mempunyai slusi untuk menutupi aib ini agar keluarga mereka tidak menanggungn malu. Dalam perbincangan dengan remaja hamil itu, terungkap bahwa remaja itu pengguna narkoba suntik dan teman kencannnya menderita HIV. Begitu mendenngar pengakuan kemenkannya, si ibu menjaadi emosional dan berteriak-teriak memarahianya dengan suara yang begitu keras sehingga semua orang di puskesmas dapat mendengar dan mengetahui bahwa keluarga remaja itu mendapat aib.

B. TUJUAN

1. Mencari tahu bagaimana etika seorang dokter untuk menjadi dokter yang profesional ?

2. Mencari tahu apaa saja bentuk etika kedokteran?

3. Mencari tahu bagaimana etika seorang dokter jika permasalahan/aib pasien diketahui oleh orang lain ?

4. Mencari tahu bagaiman etika seorang dokter dalam menangani pasien yang menderita HIV/AIDS?

5. Mencari tahu bagaiman etika seorang dokter dalam menangani pasien yang menggunakan narkoba?

6. Mencari tahu bagimana cara dokter menghormati pasien ?

7. Mencari tahu bagimana seorang dokter meraskan kesulitan pasiennya ?

C. MANFAAT

1. Dapat mengetahui etika seorang dokter untuk menjadi dokter yang profesional

2. Tahu apa saja bentuk etika kedokteran

3. Mengetahui tentang etika seorang dokter jika permasalahan/aib pasien diktehi oleh orang lain

4. Mengetahui etika seorang dokter dalam menangani pasien yang menderita HIV/AIDS

5. Mengetahui etika seorang dokter dalam menangani pasien yang menggunakan narkoba

6. Dapat mengetahui cara dokter menghormati pasien

7. Mengetahui cara seorang dokter meraskan kesulitan pasiennya

BAB II

PEMBAHASAN

Adapun permaslahan yang ditemukan pada skenario lima ini anatara lain :

1. Bagaimana etika seorang dokter untuk menjadi dokter yang profesional ?

Untuk menjadi dokter yang profasional berdasarkan etika kedokteran, ada beberapa kewajiban yang harus di laksanakan oleh seorang dokter, yaitu kewajiban umum, kewajiban dokter terhadap penderita, kewajiban dokter terhadapan sejawatnya, dan kewajiban dokter terhadap teman sejawatnya. Dan harus memenuhi beberapa ciri para dokter untuk menjadi profesional.

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) tertulis : “Setiap dokter senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.” Namun dalam sumpah dokter, terdapat pernyataan: “Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.” Dalam pernyataan ini, yang dimaksud makhluk insani masih belum dapat ditentukan dengan jelas dan pasti, mulai kapan awal kehidupan ditentukan, sehingga menimbulkan pertentangan. Karena itu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) masih mengadakan perundingan tentang lafal sumpah dokter Indonesia melalui hasil referendum dari anggota IDI untuk memilih apakah kata “mulai dari saat pembuahan” hendak dihilangkan atau diubah.

Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai standar, melaksanakan advokasi, menjamin keselamatan pasien, menghormati terhadap hak-hak pasien. Kriteria perilaku profesional antara lain mencakup bertindak sesuai keahlian dan didukung oleh keterampilan, bermoral tinggi, memegang teguh etika profesi, serta menyadari ketentuan hukum yang membatasi gerak.

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.

Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.

Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.

Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari (a) semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif, (b) semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi, (c) komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, dan (d) provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.

Etik Profesi Kedokteran

Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.

World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.

Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.

Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).

Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.

IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (Makersi).

Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

2. Apa saja bentuk etika kedokteran?jelaskan!

bentuk-bentuk etika kedokteran antara lain:

1. Etika Dokter terhadap Sang Khalik:

Seorang Dokter Muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah semata. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya tanpa ijin Allah SAW.

Mengenai etika terhadap Khalik disebutkan bahwa:
• Dokter muslim harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris Allah dalam bidang kesehatan dan kedokteran.

• Melaksanakan profesinya karena Allah dan buah Allah.
• Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah Allah.
• Melaksanakan profesinya dengan iman supaya jangan merugi.

2. Etika Dokter terhadap pasien:

Hubungan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar manusia dan manusia. Dalam hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Masalah semacam ini
akan dihadapi oleh Dokter yang bekerja di lingkungan dengan suatu sistem yang berbeda dengan kebudayaan profesinya.

Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih dulu melawan tradisi yang telah tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang Dokter tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesi yang selama ini dianutnya.
Mengenai etika kedokteran terhadap orang sakit antara lain disebutkan bahwa seorang Dokter wajib:

Memperlihatkan jenis penyakit, sebab musabab timbulnya penyakit, kekuatan tubuh orang sakit, keadaan resam tubuh yang tidak sewajarnya, umur si sakit dan obat yang cocok dengan musim itu, negeri si sakit dan keadaan buminya, iklim di mana
ia sakit, daya penyembuhan obat itu

• Di samping itu dokter harus memperhatikan mengenai tujuan pengobatan, obat yang dapat melawan penyakit itu, cara yang mudah dalam mengobati penyakit.

• Selanjutnya seorang dokter hendaknya membuat campuran obat yang sempurna, mempunyai pengalaman mengenai penyakit jiwa dan pengobatannya, berlaku lemah lembut, menggunakan cara keagamaan dan sugesti, tahu tugasnya.

3. Etika Dokter terhadap Sejawatnya:

Para Dokter di seluruh dunia mempunyai kewajiban yang sama. Mereka adalah kawan-kaawn seperjuangan yang merupakan kesatuan aksi dibaawh panji perikemanusiaan untuk memerangi penyakit, yang merupakan salah satu pengganggu keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Penemuan dan pengalaman baru dijadikan milik bersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup dan perbuatan telah mempersatukan mereka menempatkan para Dokter pada suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Hal-hal tersebut menimbulkan rasa persaudaraan dan kesediaan tolong-menolong yang senantiasa perlu dipertahankan dan dikembangkan.

Mengenai etika yang bagi Dokter Muslim kepada Sejawatnya yaitu :
Dokter yang baru menetap di suatu tempat, wajib mengunjungi teman sejawatnya yang telah berada di situ. Jika di kota yang terdapat banyak praktik dokter, cukup dengan memberitahukan tentang pembukaan praktiknya kepada teman sejawat yang berdekatan.
Setiap Dokter menjadi anggota IDI setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan.

Setiap Dokter mengunjungi pertemuan klinik bila ada kesempatan. Sehingga dapat dengan mudah mengikuti perkembangan ilmu teknologi kedokteran.

Sifat-sifat penting lain yang harus dimiliki oleh seorang Dokter Muslim ialah :

Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia, perasaan sosial yang ditunjukkan kepada masyarakat.

Harus berbudi luhur, dapat dipercaya oleh pasien, dan memupuk keyakinan profesional.

Seorang dokter harus dapat dengan tenang melakukan pekerjaannya dan harus mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri.

Bersikap mandiri dan orisinal karena pengetahuan yang diwarisi secara turun temurun dari buku-buku masih jauh memadai.

Ia harus mempunyai kepribadian yang kuat, sehingga dapat melakukan pekerjaanya di dalam keadaan yang serba sulit. Dan tentunya tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan agama.

Seorang dokter muslim dilarang membeda-bedakan antara pasien kaya dan pasien miskin.

Seorang dokter harus hidup seimbang, tidak berlebih-lebihan, tidak membuang waktu serta energi dengan menikmati kesenangan dan kenikmatan.

Sebagian besar waktunya harus dicurahkan kepada pasien,

Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit bicara,

Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan profesinya karena semua agama menghormati profesi dokter

3. Bagaimana etika seorang dokter jika permasalahan/aib pasien diketahui oleh orang lain ?

Jika permasalahan/aib pasien diketahui oleh orang lain secara otomatis pasien tersebut akan mendapatkan stigma dan deskriminasi dari masyarakat maupun lingkungannya. Oleh sebab itu dokter mempunyai peran dan menerapkan etika kedokterannya untuk menghadapi masalah tersebut. Dokter dapat memberikan saran dan nasehat kepada pasien, agar tidak minder karena stigma dan diskriminasi yang diperoleh dari luar . dan dokter dapat melakukan penyuluhan dan sosialisaswi mengenai hal yang bersangkutan dengan permasalahan yang sama yang dialami oleh pasien.

Permaslahan ini berhubungan dengan Rahasia Profesi Dokter. Berdasarkan agama islam, menyimpan rahasia orang lain diperintahkan bagi setiap muslim lebih-lebih jika ia dokter, karena dengan sengaja membeberkan rahasia dan perasaannya kepada dokter mereka serta percaya terhadap profesi dokter.

Dokter harus membubuhkan stempel rahasia pada semua informasi yang diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, atau kesimpulan. Semangat islam juga mengajar agar ketentuan hukum menekankan hak pasien agar melindungi rahasia-rahasia yang dipercayakan kepada dokternya. Pembocoran rahasia akan merugikan praktek kedokteran, disamping merintangi beberapa pasien dalam mencari pertolongan kedokteeran.

4. Bagaiman etika seorang dokter dalam menangani pasien yang menderita HIV/AIDS?

Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi HIV. Stadium IV adalah stadium akhir dimana penderita HIV/ aids tidak dapat tertolong lagi nyawanya. Dan pada saat ini adalah puncaknya penderita HIV/AIDS mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat. Padahal mereka sangat membutuhkan dukungan untuk tetap semangat dan melanjutkan hidupnya yang tinggal dihitung jari . Seorang dokter memegang peranan penting dalam hal ini. Santunan dokter terhadap penderita HIV/AIDS merupakan penyemangat hidup bagi mereka. Dukungan tersebut bisa pula diperoleh penderita HIV/AIDS dari pihak lain dan lingkungan, seperti keluarga dan masyarakat. Namun , seorang dokter lebih paham akan menyikapi penderita HIV/AIDS agar tidak tertekan oleh stigma dan diskriminasi yang mereka peroleh dari masyarakat dan lingkungan yang tidak mengerti dan memahami akan keadaan penderita HIV/AIDS. Banyak metode yang dapat dilakukan oleh seorang dokter untuk menyikapi penderita HIV/AIDS yang sudah tidak dapat tertolong lagi nyawanya.

Dari uraian diatas dr. Asrul Sani mengatakan, sampai saat ini biasanya AIDS berakhir dengan kematian Karena penyakit HIV/AIDS ini belum ditemukan obat medisnya, sehingga seseorang yang menderita HIV/AIDS tidak bisa di obati, namun hanya bisa di beri dukungan, saran, dan pengobatan alternatif umtuk mengindari penularan dan memberi semangat hidup kepada meraka. Sehingga mereka dapat melakukan aktifitasnya sebagaimana sebelumnya. Fenomena tersebut akan semakin menghilangkan potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh Pengidap HIV/AIDS. Berbagai potensi (strength) yang dimiliki dalam proses pendidikan, pekerjaan dan kegiatan lain akan berangsur menurun. Selain itu berbagai kesempatan (opportunity) yang berupa dukungan keluarga, kesempatan pengembangan terkalahkan oleh adanya diskriminasi dan stigma tersebut. Seorang dokter mempunyai tanggung jawab besar dalam menghadapi pasien penderita HIV/AIDS. Dengan demikian dokter harus mampu menyikapi pasien penderita HIV/AIDS yang tidak dapat tertolong lagi dengan caranya sebagai dokter.

Selain cara diatas, seorang dokter dapat menyikapi penderita HIV/AIDS dengan metode Appreciative Inquiry, merupakan suatu metode untuk memaksimalkan kekuatan (strength dan Opportunity) yang dimiliki oleh Pengidap HIV/AIDS. Menurut Dion, Metode ini lebih memfokuskan terhadap kekuatan dan terlepas dari berbagai kelemahan. Kelemahan yang dihadapi oleh Pengidap HIV/AIDS berupa diskriminasi, stigma, perasaan rendah diri dan sebagainya. Fenomena yang terjadi adalah sebagian besar seseorang khususnya Pengidap HIV/AIDS hanya berfokus pada kelemahan tersebut. Namun Appreciative Inquiry lebih menganjurkan agar setiap Pengidap HIV/AIDS lebih memfokuskan perhatian pada kekuatan yang dimiliki dan memaksimalkannya. Dengan demikian, hal ini akan membangun citra positif secara pribadi dan bermanfaat bagi lingkungan. Metode ini diharapkan mampu menjadikan Pengidap HIV/AIDS untuk menjalani hidup sebagaimana manusia seutuhnya. Tidak terlalu memikirkan penyakit yang dideritanya, karena seorang dokter selalu berusaha untuk mengarahkannya pada kekuatan dan kepribadian yang dimilkinya, sehingga penderita HIV/AIDS akan lebih percaya diri dan dapat beraktifitas sebagaimana sebelumnya.

Selain itu dalam Buku PMI Pelatihan Remaja Sebaya tentang Kesehatan dan Kesejahteraan Remaja tertulis, seorang dokter harus bersikap biasa ( tanpa membedakan) seperti sikap terhadap orang sehat atau penderita penyakit lain. Seorang dokter harus dapat menghindari sikap membedakan, apalagi memusuhi, karena akan menyebabkan penderita tertekan. Karena penderita HIV/AIDS membutuhkan dukungan agar mereka memiliki kepercayaan diri dan mampu berbuat banyak bagi masyarakat, yaitu dengan membangkitkan kepercayaan mereka dan dokter dapat memberilah dukungan serta kasih sayang. Dokter harus mampu memberilah pemahaman terhadap permasalahan yang mereka hadapi dan cara mengatasinya. Menasehati, agar jangan merasa tertekan secara berlebihan karena semua orang pasti diberi cobaan. Menurut dr.Lita, cara merawat penderita HIV dan AIDS itu pertama kita coba untuk membayangkan diri kita sendiri sebagai pengidap penyakit tersebut. Dengan mengetahui mana aktifitas yang berisiko menularkan HIV dan AIDS dan mana yang tidak , kita dapat memperlakukan penderita secara wajar. Dan kita tetap harus memperhatikan prosedur P3K ketika melakukan perawatan kepada penderita.

Berdasarkan cara – cara dokter menyikapi Penderit HIV/AIDS diatas, seorang dokter tidak lupa pula akan etika, hukum dan hak asasi yang dimilki oleh penderita HIV/AIDS. Hak asasi dan hak kesehatan adalah yang utama diterapkan oleh seorang dokter terhadap pasien penderita HIV/AIDS. Walaupun kenyataannya penderita HIV/AIDS tidak ada obatnya dan tidak dapat tertolong nyawanya, atau biasanya berahir dengan kematian. Namun, kadua hak tersebut harus tetap diberikan oleh sorang dokter kepada pasien penderita HIV/AIDSnya. Menurut Herkutanto, ini dapat diterapkan melalui pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan individual maupun pelayanan kesehatan masyarakat. Namun, keduax tidak dapat dilakukan secara bersamaan atau harus dibedakan, karena dapat saja menimbulkan konflik antara pemberi pelayanan kesehatan ( dokter ) dengan penerima pelayanan kesehatan (pasien penderita HIV/AIDS).

Dari uraian pelayanan kesehatan diatas, dapat dilakukan dalam empat bentuk pelayanan kesehatan, yaitu dengan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun,untuk perawatan penderita HIV/AIDS yang tidak dapat tertolong nyawanya seorang dokter cukup melakukannya dengan kegiatan preventif dan kuratif. Karena kegiatan preventif ini bertujuan untuk pencegahan penularan dan penyebaran HIV/AIDS dari penderita HIV/AIDS tersebut kepada masyarakat. Selain itu juga dilakukan interverensi oleh dokter kepada masyarakat untuk menghapus pandangan negatif terhadap pengidap HIV/AIDS. Terhadap penderita HIV/AIDS seorang dokter memberikannya edukasi agar tidak melakukan penularan kepada orang lain dan konseling agar merasa lebih berarti dalam kehidupanya. Sedangkan kegiatan kuratif disini bukanlah penyembuhan dalam arti kata sebenarnya, karena HIV/AIDS termasuk yang incureble. Namun, tindakan perawatan ini dilakukan di sarana kesehatan lebih bersifat care daripada curenya.

Dikarenakan penyakit HIV/AIDS belum ada obatnya, maka seorang dokter dapat pula menerapkan suatu metode penanganan infeksi HIV/AIDS pada penderita HIV/AIDS, yaitu dengan Terapi Antiretrovirus yang sangat aktif. Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996 yaitu setelah ditemukannya HAART (highly active antiretroviral therapy ) yang menggunakan protease inhibitor. Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan awal. Tetapi terapi ini juga menimbulkan efek samping seperti penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Terapi Antiretrovirus ini terbukti efektif menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat HIV/AIDS. Obat ini bekerja menghambat replikasi / perbanyakan virus HIV. Walaupun demikian obat ini tidak mampu membunuh HIV secara total dan berpotensi menimbulkan efek samping yang berat dan pemakaiannya harus setiap hari seumur hidup. Jika kepatuhan penderita kurang maka dapat menyebabkan resistensi obat.

Oleh karena terapi antiretrovirus dapat menimbulkan efek samping, maka sorang dokter dapat menyarankan kepada penderita HIV/AIDS untuk melakukan olahraga. Olahraga membantu banyak orang yang hidup dengan HIV/AIDS (Odha) untuk merasa lebih sehat dan mungkin memperkuat sistem kekebalan tubuh. Olahraga tidak dapat mengendalikan atau melawan penyakit HIV, tetapi dapat membantu kita merasa lebih sehat dan melawan berbagai dampak dari HIV dan efek samping obat-obatan yang dipakai oleh Odha tersebut. Olahraga dapat meningkatkan energi, melawan kelelahan dan depresi, meningkatkan daya tahan dan kesehatan kardiovaskular, membantu mengurangi stres dan mendorong kekuatan otot.

Jadi seorang dokter harus mampu memberikan saran, dukungan, dan lain sebaginya agar seorang pasien penderita HIV AIDS mempunyai semangat hidup dan kepercayaan diri kembali.

5. Bagaiman etika seorang dokter dalam menangani pasien yang menggunakan narkoba?

Untuk menangani pasien yang menderita penyalahgunaan narkoba, mereka perlu didetoksifikasi. Yaitu diproses pembuangan racun dari tubuhnya. Jika ditemukan virus narkoba yang telah menggerogoti pasien, mereka perlu direhabilitasi dengan perawatan khusus maupun berobat jalan.

Namun, terapi ini tak boleh dilakukan dengan obat metadon dan subutek. Sebab zat tersebut adalah sintesa putau, morfin, heroin dan sejenisnya. Berdasarkan penelitian, pengobatan dengan zat tersebut bisa menyebabkan pasien menjadi bergantung kepada obat tersebut.

Jika hal ini dilakukan, pasien akan ketergantungan dengan obat-obat dari dokter. Bisa jadi bandar narkobanya nanti malah dijalankan para dokter.

Selain penanganan medis, pasien penderita narkoba bisa diobati dengan pendekatan psikologis secara halus. Mereka akan dikaji mengapa bisa memakai narkoba, menjadi kecanduan, dan sebagainya. Secara sosial, pengguna NAZA perlu dipertanyakan mengapa menjadi broken home, berperilaku keras dan kasar kepada orang lain.

Setelah kedua pendekatan itu dilakukan, pasien perlu dikembalikan kepada spiritualitas, agama dan Tuhannya. Terapi keagamaan (psikoreligius) memegang peranan penting, baik dari segi pencegahan, terapi berjalan, maupun rehabilitas.

Jika segala permasalahan dan kesulitan dikembalikan kepada Tuhan si pasien dengan memohon perlindungan, maka ia akan terhindar dari rasa takut, khawatir dan stres, sehingga kemudian tak akan terlibat lagi dalam penyalahgunaan NAZA.

Terapi psikoreligius ini bisa dilakukan dengan menjalankan shalat, berdoa, mengaji, dan mendalami cara-cara agama memerangi narkoba.

Selain itu bisa juga dengan pendalaman tauhid dan silaturrahim kepada ahli agama. Juga menanamkan pada keluarga semangat terhindar dari siksa api neraka, dengan menjauhi keterlibatan penggunaan narkoba.

Terapi unsur agama ini tak hanya penting bagi pasien penyalahguna NAZA, tapi juga bagi anggota keluarganya dalam menciptakan suasana rumahtangga yang religius dan penuh kasih sayang.

6. Bagaimana cara dokter menghormati pasien ?

Seorang dokter harus dapat menghormati pasien, agar pasient merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh dokter tersebut. Adapun yang perlu diperhatikan dalam menghormati pasien adalah mengenai hak-hak pasien.

a. Hak Pasien atas Informasi Penyakit dan Tindakan Medis dari Aspek Etika Kedokteran.

Terkait dengan pemberian informasi kepada pasien ada beberapa yang harus diperhatikan :

1. Informasi harus diberikan, baik diminta ataupun tidak.

2. Informasi tidak boleh memakai istilah kedokteran karena tidak dimengerti oleh orang awam.

3. Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi, dan situasi pasien.

4. Informasi harus diberikan secara lengkap dan jujur, kecuali dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan atau kesehatan pasien atau pasien menolak untuk diberikan infomasi (KODEKI, pasal 5)

5. Untuk tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive yang lain, informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi. Apabila dokter yang bersangkutan tidak ada, maka informasi harus diberikan oleh dokter yang lain dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggng jawab.

Kewajiban dokter terkait dengan informasi adalah memberikan informasi yang adekuat dan besikap jujur kepada pasien tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya (KODEKI, pasal 7b)

Salah satu kewajiban rumah sakit terhadap pasien adalah harus memberikan penjelasan mengenai apa yang diderita pasien, dan tindakan apa yang harus dilakukan (KODERSI, Bab III Pasal 10)

b. Hak Pasien atas Informasi Penyakit dan Tindakan Medis dari Aspek Hukum Kedokteran.

Pasien dalam menerima pelayanan praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan diterimanya (Undan-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 52). Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya mencakup :

1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis

2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan

3. Alternatif tindakan lain dan resikonya

4. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (Pasal 45 ayat 3)

Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahlu harus memberika penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan dan mendapat persetujuan pasien (PERMENKES No.1419/MENKES/PER/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi pasal 17)

Pasien berhak menolak tindakan yang dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

Pemberian obat-obatan juga harus dengan persetujuan pasien dan bila pasien meminta untuk dihentikan pengobatan, maka terapi harus dihentikan kecuali dengan penghentian terapi akan mengakibatkan keadaan gawat darurat atau kehilangan nyawa pasien

Dalam Pedoman Penegakkan Disiplin Kedokteran tahun 2008 seorang dokter dapat dikategorikan melakukan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran apabila tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.

c. Hak Pasien atas Informasi dalam Rekam Medik

Berdasarkan PERMENKES RI No. 629/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam medik Pasal 12 dikatakan bahwa berkas rekam medic adalah milik sarana pelanayan kesehatan dan isi rekam medik adalah milik rekam medik . Bentuk ringkasan rekam medic dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu. Namun boleh tidaknya pasien mengetahui isi rekam medic tergantung kesanggupan pasien untuk mendengar informasi mengenai penyakit yang dijelaskan oleh dokter yang merawatnya.

Jadi pasien isi rekam medic bukan milik pasien sebagaimana pada PERMENKES sebelumnya (1989)tentang rekam medic. Pasien hanya boleh memilikinya dalam bentuk ringkasan rekam medik

d. Komunikasi Dokter Pasien yang Baik

Menurut Petunjuk Praktek Kedokteran yang Baik (DEPKES,2008) komunikasi yang baik antara dokter pasien terkait dengan hak untuk mendapatkan informasi meliputi :

1. Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya.

2. Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi, diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara pemberian serta pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat yang mungkin terjadi; dan

3. Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.

4. Jika seorang pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan selama dalam perawatan dokter, dokter yang bersangkutan atau penanggunjawab pelayanan kedokteran (jika terjadi di sarana pelayanan kesehatan) harus menjelaskan keadaan yang terjadi akibat jangka pendek atau panjang dan rencana tindakan kedokteran yang akan dilakukan secara jujur dan lengkap serta memberikan empati.

5. Dalam setiap tindakan kedokteran yang dilakukan, dokter harus mendapat persetujuan pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberika persetujuan dan penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana pemeriksaan lebih lanjut termasuk resiko yang mungkin terjadi secara jujur, transparan dan komunikatif. Dokter harus yankin bahwa pasien mengerti apa yang disampaikan sehingga pasien dalam memberikan persetujuan tanpa adanya paksaan atau tekanan.

7. Bagimana seorang dokter mengetahui keluhan dan meraskan kesulitan pasiennya ?

Cara yang dapat dilakukan oleh seorang dokter adalah dengan melakukan anmnesis terhadap pasien yang sesuai dengan etika dokter terhadap pasiennya, sehingga seorang dokter mengetahui apa keluhan dan kesulitan yang dialami oleh pasien tersebut.

Karen tujuan dari anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien, untuk membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan pasiennya, sebagai pintu pembuka untuk membangun hubungan dokter dan pasiennya sehingga mampu mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. 80% hasil anamnesis dapat menegakkan diagnosis.

Metode anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung pada pasiennya.

b. dan aloanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan bukan pada pasiennya, tapi pada orang lain.

Adapun Sistematika dalam mengaanamnesis adalah:

a. introduction

b. identitas pasien

c. keluhan utama

d. riwayat penyakit sekarang

e. riwayat penyakit dahulu

f. riwayat penyakit keluarga

g. riwayat personal sosial ( dewasa dan anak )

h. anamnesis system.

i. merangkum anamnesis

penyusunan dilakuakn secara lengkap dan sistematis sesuai dengan hasil anamnesis, dan memberikan kesempatan pada pasien utnuk mengecek kebenaran ( cross check )

Dalam melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang dokter, antara lain :
1. Tempat dan suasana

2. Penampilan dokter
3. Periksa kartu dan data pasien
4. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya
5. Gunakan bahasa/istilah yang mampu dimengerti
6. Buat catatan
7. Perhatikan pasiennya
8. Gunakan metode yang sistematis

Setelah melakukan beberapa tahapan anamnesis tersebut, maka seorang dokter akan dapat mengetahui apa saja kaluhan dan kesulitan yang di alami oleh pasien tersebut berdasarkan data yang diperoleh. Namun, anamnesis yang dilakukan berdasarkan etika seorang dokter.yaitu etika utntuk menjadi dokter yang profesional.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Seorang dokter harus faham dan dapat menerapkan etika kedokteran agar seorang dokter menjadi dokter yang profesional. Baik etika terhadap tuhan, etika dokter terhadap pasien, dan etika dokter terhadap teman sejawat.

2. Seorang dokter mampu menutupi aib/ permasalah pasien terhadap orang lain.

3. Seorang dokter mampu menyikapi pasien yang terkena HIV dan menggunakan narkoba berdasarkan etika kedokterannya.

4. Dan seorang dokter dapat menghornati pasiennya, agar pasien merasa nyaman. Serta dapat menenangkan pasien atau keluarganya agar dapat menerima diagnosis yang disimpulkan oleh dokter.

B. SARAN

Saran dari kelompok kami agar para dosen dan dokter bisa menjelaskan dengan jelas, bagaimana etika kedokteran itu sebenarnya. Karena kami belum mendapatkan materi tentang etika kedokteran sebelumnya.

Daftar Pustaka

Agatha. 2009. Penerapan Etika dan Profesionalisme Kedokteran Berkaitan Dengan Hukum dan Agama Pada Kasus Aborsi Provokatus. http:// Bioetika dan Humaniora.com. Akses Oktober 2008.

Dito Anurogo. 2007. Etika Kedokteran bagi Dokter Muslim. http://www.kabarindonesia.com Akses Oktober 2010

Dewi, Ratna. Pedoman Penjelasan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Unizar.

Dion ett. 2008. Appreciative Inquiry : Melakukan Perubahan dengan Berfokus pada Kekuatan. http://appreciative inquiry.com/html. Akses Oktober 2008

Imam. 20009. Dokter-Medis: HIV/AIDS. Indonesia. http://dokter-medis.blogspot.com. Akses Desember 2009.

Sarana,Lita. 2007. PMI Pelatihan Remaja Sebaya tentang Kesehatan dan Kesejahteraan Remaja : Santunan terhadap Penderita HIV/AIDS. Jakarta Timur.

Siyaranamual, Julius R. 1997. Etika Hak Asasi, dan Pewabahan AIDS . Surabaya : Penebar Swadaya

Wartawarga.2007. Pengertian HIV AIDS .http://wartawarga.gunadarma.ac.id. Akses Mey 2005

Limpo. 2009 .Hak Pasien atas Informasi Medis. http:// WordPress.com. Akses Agustus 2009.

Razimaulana. 2008. Anamnesis. http://razimaulana.wordpress.com. Akases Desember 2008.


Tidak ada postingan.
Tidak ada postingan.